Skip to content
Home » Bagaimana Cara Menjadi Manusia?

Bagaimana Cara Menjadi Manusia?

“Bagaimana cara menjadi manusia?” adalah pertanyaan yang sering terdengar tetapi memiliki jawaban yang beragam. Keragaman jawaban atas pertanyaan itu akan sebanyak manusia yang menjawab. Walaupun demikian, bagaimana jika kita melihat jawaban tersebut dari sudut pandang berikut:

Terdapat kenyataan bahwa manusia memang berbeda dari mesin. Selain memiliki keunikan dan tidak memiliki kesamaan dengan manusia lainnya, manusia tidak bisa menyamai mesin dalam hal kesempurnaan “produksi” yang dihasilkan. Mesin cetak dapat mencetak satu juta cetakan yang sama persis, identik, dan sempurna. Tanpa ada kesalahan sedikitpun. Saat ada kesalahan cetak, mesin dapat langsung diperbaiki sehingga kesalahan berikutnya dapat dihindari. Hal yang berkebalikan terjadi pada manusia. Saat menulis dua kata yang sama di atas kertas saja, akan terdapat perbedaan “produksi” yang terlihat dengan jelas. Contoh kecil ini dapat dengan jelas membedakan kualitas produksi dari manusia dan mesin.

Mesin memang unggul dalam hal tersebut. Tetapi, bagaimana dengan penjabaran lanjutan berikut ini?

Manusia memang memiliki kecenderungan untuk mencari kesempurnaan. Hal tersebut adalah dasar diciptakannya mesin. Produksi mesin dapat menjaga kualitas dari hasil yang diinginkan. Walaupun demikian, apakah kesempurnaan tersebut merupakan hal yang sebenarnya diinginkan manusia?

Untuk menjawab hal tersebut, mari kita menggunakan beberapa contoh kasus:

Jika dilihat dari hasil kesempurnaan hasil, tentu saja produksi mesin berada jauh di depan manusia. Tetapi, apa yang membuat karya seni memiliki ‘nilai’ yang lebih mahal dari barang produksi pabrik? Dengan contoh lain, apa yang membuat konser musik live band ternama selalu penuh sesak oleh penonton? Padahal, secara kualitas–tempo, ketepatan nada, dan lain sebagainya–lagu rekaman jauh lebih sempurna dan presisi dibandingkan lagu yang dibawakan di panggung? Hal tersebut jelas saja bertentangan dengan pernyataan sebelumnya yang memaparkan bahwa manusia mendambakan kesempurnaan.

Bagaimana menjelaskan paradoks dari hal tersebut?

Mari berangkat dari pandangan bahwa hasil karya manusia—menurut Karl Max yang ditulis kembali oleh Franz Magnis Suseno dalam buku Pemikiran Karl Max: Dari Sosialis Utopis ke Perselisihan Revisionis—merupakan media manusia untuk menyatakan dirinya. Manusia mengobjektivasikan dirinya ke dalam semesta melalui karyanya sehingga ia dapat melihat dirinya dari hasil karyanya. Dengan kata lain, hasil karya yang dibuat merupakan perwakilan dari manusia itu sendiri untuk bertemu dan berkomunikasi dengan diri sendiri dan manusia lain. Di sisi yang sama, manusia selalu mendambakan jalinan relasi dengan manusia lain. Dambaan akan relasi tersebut dapat terealisasi dengan bertemunya manusia dengan manusia lain melalui “hasil karya”. Lalu, dalam perjalanan menjalin relasi tersebut, manusia akan dapat membedakan bahwa alat komunikasi berbentuk “produk” di depannya benar-benar merupakan hasil karya manusia—dan bukan mesin—saat ia merasakan adanya ketidaksempurnaan dari hasil karya yang merupakan ciri khas dari manusia itu sendiri.

Lalu, apa yang dapat disimpulkan dari sudut pandang tersebut?Bisa jadi, pada dasarnya manusia memang sangat terbuka pada kesalahan yang manusiawi. Kesalahan yang merupakan ciri khas tersebutlah yang membuat manusia benar-benar menjadi manusia. Kemudian, apa yang membuat manusia selalu mendambakan kesempurnaan dari dirinya? Apakah manusia sudah lupa bahwa dirinya benar-benar manusia yang sangat manusiawi untuk berbuat kesalahan?

Esai di atas merupakan bagian dari buku “Mencari Manusia dan Jiwa”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *