Skip to content
Home » Gangguan Mental adalah Gangguan Otak

Gangguan Mental adalah Gangguan Otak

Aspek fisik dari manusia terdiri dari kumpulan sel, organ, dan sistem organ yang membentuk tubuh. Kesemua hal tersebut bekerja seperti mesin yang benar-benar dapat diamati dengan objektif: otot yang bergerak; aliran darah yang hilir mudik; atau sistem pencernaan yang memasukkan makanan, mengolah, kemudian membuang sisa-sisa kotoran. Luaran dari kinerja aspek fisik sangat jelas terlihat. Misalkan, denyut nadi yang bermasalah dan bisa diukur adalah ukuran objektif dari kondisi jantung yang bertanggung jawab dalam memompa darah; kelumpuhan anggota gerak dapat ditelusur penyebab anatomi susunan saraf yang bermasalah. Dari logika tersebut, masalah yang bersumber dari fisik tentu saja akan menyebabkan luaran konkrit yang objektif. Tetapi, apakah selalu demikian? Adakah luaran lain yang abstrak dan sukar diukur objektivitasnya?

Bagaimana dengan mental dan perilaku manusia?

Mental dan perilaku manusia adalah sesuatu yang cenderung abstrak, subjektif, dan tidak bisa diukur. Terlebih lagi, penelusuran terhadap penyebab fisik dari mental dan perilaku lebih sering mengalami kendala. Mental yang bermasalah—misalkan skizofrenia, gangguan, atau depresi—sering kali tidak dapat dinilai penyebabnya jika penelusuran tersebut menggunakan pencitraan yang kurang canggih. Sering kali, tidak ada kelainan yang terdapat pada otak–berbeda dengan kelumpuhan anggota gerak—jika mendeteksi penyebabnya menggunakan pencitraan biasa: semuanya tampak normal saja. Hal itu menyebabkan—sejak lama—kondisi mental dan fisik dipandang secara terpisah dan benar-benar dianggap tak terkait satu sama lain.

Tetapi, perkembangan ilmu pengetahuan modern membuktikan hal yang berkebalikan. Luaran mental yang absurb ternyata memiliki penyebab yang dapat diukur menggunakan pencitraan otak yang canggih: dapat melihat aktivitas otak secara terkini saat luaran mental tertentu terjadi. Selain itu, temuan-temuan terbaru mengenai neurotransmiter—zat penghantar pesan di otak—juga memperlihatkan adanya gejolak yang menimbulkan luaran mental yang absurd. Belum lagi temuan-temuan terbaru yang menyatakan adanya relasi antara kondisi fisik di luar otak terhadap aktivitas otak sehingga menyebabkan tampilan mental muncul. Seperti proses inflamasi yang disebabkan oleh penyakit fisik pada akhirnya akan memengaruhi aktivitas otak sehingga membuat munculnya gangguan mental. Semua hal tersebut semakin mempertegas bahwa tampilan mental yang tampak juga merupakan hasil dari kerja aspek fisik manusia.

Aspek fisik ibarat perangkat keras dengan tampilan mental sebagai perangkat lunaknya. Perangkat keras yang tidak mampu mendukung beban kerja perangkat lunak tentu saja akan memengaruhi kerja dari perangkat lunak itu sendiri. Walaupun, perangkat keras yang sudah cukup mendukung ternyata belum cukup untuk memastikan secara absolut bahwa perangkat lunak dapat bekerja dengan baik. Perangkat lunak pada akhirnya memiliki algoritma sendiri yang membangun ekosistem kerja dirinya sendiri. Kinerja dari aspek mental pada akhirnya akan balik memengaruhi sistem otak sehingga terjadi perubahan di sistem tersebut: timbal-balik antara dua sisi terjadi. Belakangan, perkembangan dari konsep ini membuat pergeseran paradigma lama menjadi paradigma baru: gangguan mental (mental disorder) menjadi gangguan otak (brain disorder). Paradigma tersebut tentu saja memengaruhi perubahan terapi yang awalnya hanya fokus kepada mental menjadi lebih holistik: membenahi mental dengan intervesi psikologis—salah satunya dengan psikoterapi—dan melakukan intervensi dari dalam otak–salah satunya menggunakan obat. Perubahan paradigma juga mengikis stigma masalah mental karena mulai dianggap setara dengan penyakit fisik lainnya.

Esai di atas merupakan bagian dari buku “Mencari Manusia dan Jiwa”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *