Skip to content
Home » PSIKOTERAPI PSIKODINAMIK: PSIKOANALISA YANG DILENGKAPI PSIKOTERAPI SUPORTIF

PSIKOTERAPI PSIKODINAMIK: PSIKOANALISA YANG DILENGKAPI PSIKOTERAPI SUPORTIF

Dalam perjalanannya, konsep psikoterapi psikoanalisa yang menyasar alam nirsadar banyak dimodifikasi dalam hal teknis. Salah satu modifikasi tersebut adalah menambahkan variabel suportif pada proses psikoterapi. Dalam kondisi ini, teknis psikoterapi ini dinamakan psikoterapi psikodinamik. Berbeda dengan psikoterapi psikoanalisa yang cenderung lebih pelan dan tidak agresif saat memberikan intervensi, psikoterapi psikoterapi psikodinamik melakukan hal yang sedikit lebih “berani” dalam memberi intervensi. Yaitu penambahan psikoterapi suportif.

Psikoterapi suportif, atau lebih sering dikenal dengan cara memberi dukungan, diberikan saat klien belum cukup mampu untuk menghadapi alam nirsadar yang begitu mencekam. Materi alam nirsadar sejatinya memang mencekam. Bahkan, mungkin sangat katastrofe saat awal materi tersebut pertama kali datang. Besarnya tekanan yang diterima saat awal materi tersebut datang akhirnya akan membuat tekanan tersebut—yang awalnya menyerang alam sadar—ditekan ke alam nirsadar.

Menggali materi di alam nirsadar kemudian berdamai dengannya tentu bukan hal yang mudah. Hal ini dapat dianalogikan seperti menggali tanah yang dahulu sempat digunakan untuk mengubur monster yang sangat ganas. Kondisi kekinian yang lebih dewasa dan matang bukanlah jaminan bahwa klien dapat menghadapi monster yang pernah ia kubur dulu. Bisa saja, saat menggali kuburan tersebut, kondisi klien justru akan “melemah”. Terlebih lagi, “ketakutan” akan keganasan monster yang dahulu pernah dialami, hadir kembali. Saat “kelemahan” dan “ketakutan” muncul, alih-alih berdamai, bisa jadi klien akan melakukan represi kembali dan mengubur monster tersebut kembali tanpa sempat bertegur sapa dengannya.

Secara teoritis, psikoterapi suportif digunakan sebagai antisipasi terhadap kondisi klien yang “lemah” dan “takut” terhadap monster alam nirsadar yang dibangkitkan. Dukungan yang diberikan pada psikoterapi suportif seperti mempersenjatai klien saat menghadapi “monster” masa lalu yang awalnya dihindari. Dorongan yang menguatkan mekanisme pembelaan ego yang matang diperlukan pada kondisi ini. Mekanisme pembelaan ego yang akan digunakan sebagai senjata untuk menghadapi dan berkompromi dengan “monster” masa lalu yang sejatinya menjadi bagian dari diri dan perjalanan hidup klien itu sendiri.

Secara teoritis pula, menguji rasionalitas terhadap pikiran dan tindakan yang dilakukan klien di mana hal tersebut merupakan konsep dasar dari psikoterapi cognitive behavioural therapy merupakan hal yang kontradiksi. Itu dikarenakan uji rasionalitas yang memiliki konsep dasar melatih kemampuan rasio terhadap tindakan yang dilakukan terkadang terkesan menekan. Posisi terapi dan klien pada hubungan uji rasionalitas ini mirip dengan pelatih dan atlet yang sedang dilatih. Atlet akan “ditekan” dengan beban-beban latihan agar ia dapat melampaui level sebelumnya. Klien yang sedang melakukan penggalian alam nirsadar dan membangunkan monster masa lalu, tentunya tidak membutuhkan “tekanan” tambahan yang diberikan oleh terapis. Klien membutuhkan tambahan persenjataan yang diberikan oleh terapis berupa psikoterapi suportif.

Jika uji rasionalitas dan psikoterapi cognitive behavioural therapy—secara teori—tidak bisa digabung dengan psikoterapi psikodinamik, apakah uji rasio tersebut—secara praktis—absolut tidak bisa dicampur? Belum tentu.Penggabungan dari berbagai teknik—walaupun tampak kontradiktif—secara praktis dapat dilakukan. Salah satu hal praktis dari penggabungan tersebut adalah teknik psikoterapi integratif yang memunculkan teknis dari berbagai jenis psikoterapi saat hal tersebut diperlukan dalam sebuah sesi psikoterapi.

Esai di atas merupakan bagian dari buku “Mencari Manusia dan Jiwa”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *